Tuesday, June 24, 2014

Keluarga atau Karir


Antara keluarga dan karir boleh dikatakan sama-sama penting.  Tidak mungkin keluarga dapat terpelihara, kalau tidak ada karir.  Tapi tidak mungkin karir menjadi baik, kalau keluarga tidak terpelihara.  Keberhasilan seseorang dalam karirnya tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan keluarga, dan keberhasilan keluarga juga karena keberhasilan bidang  karir.  Yang sering menjadi masalah adalah seseorang rela mengorbankan keluarga demi karir.  Kasus demikian banyak  dialami oleh orang yang kurang pandai mengemudikan kedua hal ini secara seimbang.  Memang sebagian dari antara mereka berkata, walaupun saya seorang karier tetapi saya masih bisa membagi waktu untuk mereka, toh "kualitas pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas"  Tapi fakta membuktikan bahwa terlalu banyak keluarga terlantar karena pernyataan tadi hanya untuk menghibur hati saja, karena pada akhirnya kebanyakan orang tergoda  memilih karir ketimbang keluarga.  Berikut ini ada sebuah kisah nyata  dari seorang wanita karier yang bernama ibu Melany.    

Saya seorang ibu dengan dua orang anak, mantan direktur sebuah Perusahaan multinasional. Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang yang berhasil dalam karir namun, jika seandainya saya boleh memilih maka saya akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti sekarang dan menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia. Semuanya berawal ketika putri saya satu-satunya yang berusia 19 tahun baru saja meninggal karena overdosis narkotika. Sungguh hidup saya hancur berantakan karenanya, suami saya saat ini masih terbaring di rumah sakit karena terkena stroke dan mengalami kelumpuhan karena memikirkan musibah ini. Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan sekarang masih dalam perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa sangat terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang bisa saya harapkan. Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah pembantu kami. Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba. Mungkin terdengar aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak begitu hebat pada putri kami. Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga bagi kami, dia  telah ikut bersama kami sejak 20
tahun yang lalu saat Doni masih berumur 2 tahun. Bahkan bagi Maya dan Doni, bik Inah sudah seperti ibu kandungnya sendiri. Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya baca setelah dia meninggal. Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah, berlembar-lembar buku hariannya berisi hal ini. Dan ketika saya sakit (saya pernah sakit karena kelelahan dan diopname di rumah sakit selama 3 minggu) Maya hanya menulis singkat sebuah kalimat di buku hariannya "Hari ini Mama sakit di Rumah sakit" , hanya itu saja. Sungguh hal ini menjadikan saya semakin terpukul. Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya. Begitu sedikitnya waktu saya untuk Doni, Maya dan suami saya. Waktu saya habis di kantor, otak saya lebih banyak berpikir tentang keadaan perusahaan dari pada keadaan mereka. Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian, bahkan mungkin lebih. Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk memikirkan urusan mereka.  Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga, namun sepertinya itu hanya seremonial dan rutinitas saja, ketika hari Senin tiba saya dan suami sudah seperti "robot" yang terprogram untuk urusan kantor. Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan saya untuk berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA namun selalu saya tolak, saya anggap ibu terlalu kuno cara berpikirnya. Memang Ibu saya memutuskan berhenti bekerja dan memilih membesarkan kami enam orang anaknya.
Padahal sebagai seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu katanya sangat baik. Dan ayah pun ketika itu juga biasa-biasa saja dari segi karir dan penghasilan. Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti bekerja dan mau mengurus Doni dan Maya, namun selalu saja perasaan bagaimana kebutuhan hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan lalu apa gunanya saya sekolah tinggi-tinggi? Meski sebenarnya suami saya juga seorang yang cukup mapan dalam karirnya dan penghasilan. Dan biasanya setelah ada nasehat ibu saya menjadi lebih perhatian pada Doni dan Maya namun tidak lebih dari dua minggu semuanya kembali seperti asal urusan kantor dan karir fokus saya. Dan kembali saya menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk mereka, "kualitas pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas" selalu menjadi patokan saya. Sampai akhirnya semua terjadi dan di luar kendali saya dan berjalan begitu cepat sebelum saya sempat tersadar. Maya berubah dari anak yang begitu manis menjadi pemakai Narkoba. Dan saya tidak mengetahuinya! Ditambah lagi, Bik Inah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua minggu, bik Inah akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit. Dari buku harian Maya saya juga baru tahu kenapa Doni malah pergi dari rumah ketika bik Inah di Rumah Sakit. Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa ke Singapore untuk berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah sudah masuk stadium 4 kankernya. Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah pada kami. Dari sini saya kini tahu betapa berartinya bik Inah buat mereka, sudah seperti ibu kandungnya, menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas melahirkan mereka saja ke dunia. Tragis! Setelah bik Inah meningga, Maya begitu terguncang dan shock, kami sempat merisaukannya dan membawanya ke psikolog ternama di Jakarta. Namun sebatas itu yang kami lakukan setelah itu saya kembali berkutat dengan urusan kantor. Dan di halaman buku harian Maya penyesalan dan air mata tercurah, Maya menulis : "Ya Tuhan kenapa bik Inah meninggalkan Maya, terus siapa yang bangunin Maya, siapa yang nyiapin sarapan Maya, siapa yang nyambut Maya kalau pulang sekolah, siapa yang ngingetin Maya buat berdoa, siapa yang Maya cerita kalau lagi kesel di sekolah, siapa yang nemenin Maya kalo nggak bisa tidur..........Ya Tuhan Maya kangen banget sama bik Inah" bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya, bukan bik Inah? Sungguh hancur hati saya membaca itu semua, namun semuanya sudah terlambat tidak mungkin bisa kembali, seandainya semua bisa berputar ke belakang saya rela berkorban apa saja untuk itu.


Kesaksian ibu Melany ini kiranya dapat membangunkan Anda yang sedang tertidur dalam karir kemudian memperbaiki diri.  Untuk apalah dunia ini Anda genggam namun keluarga Anda hancur berkeping-keping.  Jika kelurga Anda goncang saat ini karena karir, cepatlah selamatkan keluargamu. Carilah Tuhan supaya Anda diberikan petunjuk bagaimana menyelamatkan bahtera rumah tangga Anda.  Firman Tuhan dalam Injil Matius 6:33 berkata, carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.   Dengan petunjuk Allah, maka Anda akan diberikan hikmat untuk mengemudikan karir dan keluarga Anda.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment