
Ada satu cerita
tentang orang tua yang selalu mengkritik kesalahan anaknya. Seorang anak bernama Andi, berusia delapan tahun, ia disuruh
ibunya membuat surat terimakasih kepada neneknya. Setelah selesai, Ibunya meminta agar diperlihatkan
kepadanya surat itu. Dengan enggan Andi
menyodorkan surat itu kepada ibunya. Wow, Andi, betapa jelek tulisanmu. Mengapa
kamu tidak bisa menulis dengan lurus? Ada tiga kata yang salah tulis. Ini
dia. Perbaiki. Kamu tidak bisa mengirim surat yang penuh
kesalahan seperti ini kepada nenekmu.
Kemudian Ibunya membetulkan kata yang salah tulis tadi dan Andi mulai
menulisnya lagi. Namun Andi tetap saja
membuat lebih banyak lagi kesalahan, membuang lembar demi lembar surat karena
salah, sampai akhirnya Andi menangis dan membanting fulpennya ke lantai.
Kemudian berkata: Saya tidak bisa membetulkannya, Bu! Kemudian ibunya menimpali, masa nulis saja
tidak becus ayoh nanti kamu perbaki lagi ya?
Kemudian pada hari-hari yang lain juga
Andi sedang belajar bagaimana mencuci gelasnya sendiri, ia ambil sabun
dan mencoba mencuci gelasnya. Pada waktu
Andi mengangkat gelas dan menaruh buih sabun, kemudian gelas dari tangan Andi
terjatuh ke lantai lalu pecah berkeping-keping.
Dari ruang tamu Ibu Andi mendengar lalu beranjak menghampiri Andi ke
dapur. Ibu Andi tersentak melihat
pecahan beling gelas. Ibu Andi berkata,
Andi, bagaimana sih sampai memecahkan gelas itu, coba lihat karena ulahmu
beling gelas itu berhamburan. Lain kali kalau nyuci gelas jangan dibanting ya? Sana ke ruang tamu, biar ibu beresin
pecahan beling itu.
Penekanan kita pada
kesalahan anak sangat membahayakan. Saya
pikir, kesalahan Andi bisa membuat neneknya senang, karena ditulis dengan
kepolosan dan keterbatasan seorang anak kecil.
Dan bagi Andi menulis surat demikian merupakan kesenangan sendiri karena
ia bebas dan percaya diri berkreasi.
Tetapi tatkala ibunya menunjukkan kesalahannya, si ibu mengalihkan
perhatiannya dari yang positif ke hal yang negatif. Andi menjadi takut membuat kesalahan.
Ketakutan itu menguasai diri Andi sehingga
malah membuatnya semakin banyak melakukan kesalahan. Akhirnya Andi menjadi putus asa lalu
menangis. Andi tidak bergairah, dan
merasa tidak dihargai sama sekali.
Peristiwa mencuci gelas tadi juga pasti membuat Andi tidak bergairah
dalam berkreativitas. Andi bermaksud
mencuci gelas, ibunya menuduhnya membanting gelas. Apalah arti sebuah gelas,
ketimbang kreativitas anak terbunuh.
Jika anda fokus pada
kesalahan anak, mencecar dengan kritikan maka itulah awal bencana bagi
anak-anak Anda.
Allah tidak fokus
kepada kesalahan manusia, Allah tidak berusaha membredel kesalahan-kesalahan
manusia, tetapi Allah fokus kepada
perubahan, perbaikan atau pertobatan manusia.
Ketika Adam melakukan kesalahan di Taman Firdaus, Allah datang mencarinya kemudian mencari tahu
mengapa mereka takut? Setelah Allah
mendapatkan penjelasan dari Adam dan Hawa bahwa mereka melakukan kesalahan, apa
yang diperbuat Allah? TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia
dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka. Dari firman Tuhan ini, kita dapat membuktikan
bahwa Allah fokus kepada perbaikan, pertobatan, bukan pada kesalahan. Dalam Perjanjian Baru, Yesus pun tidak
mengkritik kesalahan anak-anaknya. Yesus
fokus kepada perbaikan dan pertobatan.
Ketika ahli-ahli Taurat membawa kepada Yesus seorang perempuan yang
kedapatan berbuat zinah, dan menempatkan perempuan itu di tengah-tengah untuk
dihakimi, apa pendapat Yesus? Apakah Yesus fokus kepada kesalahan perempuan
tersebut? Ternyata tidak. Yohanes
8:10-11 berkata, "Hai
perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Aku pun tidak
menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari
sekarang."
Seandainya Allah fokus
kepada kesalahan manusia, maka Allah akan banyak menjumpai manusia yang tidak
bergairah dan yang putus asa. Dan tidak
seorang pun manusia yang dapat hidup dalam perbaikan dan kebenaran. Demikian halnya dengan Anda sebagai orang
tua. Kalau Anda fokus kepada kesalahan
anak-anak Anda, dipastikan anak-anak Anda
tidak akan bertumbuh dalam pengetahuan, kebajikan dan kebenaran, melainkan
mereka akan menjadi orang yang mudah frustrasi.
Mengapa? Karena anak mendapat kesan
bahwa jika ia tidak melakukan sesuatu secara sempurna ia tidak punya nilai
apa-apa.
Semua kita membuat
kesalahan, dan dari kesalahan demi kesalahan kita menyempurnakan diri. Sebab
itu janganlah selalu mengkritik kesalahan anak-anak Anda, tetapi biarkanlah ia
belajar dari kesalahan itu untuk memperbaiki diri. Mari kita berdoa, Tuhan, ajarlah kami untuk
membangun kepribadian anak-anak kami.
Tolong kami supaya tidak fokus kepada kesalahan anak-anak kami, supaya
kami tidak menuntut kesempurnaan anak-anak kami. Biarlah kami lebih focus kepada perbaikan dan pertumbuhan anak-anak kami. Terima kasih,
dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.
No comments:
Post a Comment