Friday, August 1, 2014

Anak Yang Taat Tuhan


Yusuf adalah tokoh yang taat pada Tuhan semenjak ia masih berusia 17 tahun, masih muda  tetapi Yusuf sudah memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan.  Ketaatan Yusuf pada Tuhan membuat ia taat pada kedua orang tuanya.  Dan kalau kita baca sejarah Yususf, ia adalah anak yang taat pada Tuhan hingga  akhir hidupnya.  Pemuda yang cerdas, yang mengalami ujian imannya atas ketaatannya itu sehingga ia menjadi orang kedua di Mesir.  Ketaaatan Yusuf kepada Tuhan mengakibatkan ia dipakai oleh Tuhan menjadi berkat bagi keluarganya dan menjadi berkat bukan saja bagi bangsa Mesir tetapi juga bagi dunia, ketika terjadi kelaparan pada zamannya.   Yusuf mengumpul gandum selama 7 tahun kelimpahan, dan mendistribusikan gandum itu selama 7 tahun kelaparan.  Anak yang taat kepada Tuhan menjadi berkat bagi keluarga, gereja dan masyarakat.  Pertanyaannya, apa sih ciri-ciri yang dapat kita lihat bahwa seseorang taat pada Tuhan? 


Kitab Efesus pasal 5:1–7,14  memberikan gambaran yang jelas sebagai berikut:

5:1 Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih

5:2 dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.

5:3 Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.

5:4 Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono -- karena hal-hal ini tidak pantas -- tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur.

5:5 Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.

5:6 Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. 

5:7 Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka.

5:14 Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu."


Firman Tuhan di atas menyatakan beberapa ciri ketaatan pada Tuhan.

Pertama,  anak yang taat pada Tuhan adalah anak yang hidup dalam kasih (ayat 1,2).  Hidup dalam kasih maksudnya adalah anak yang menyerahkan dirinya untuk orang lain, seperti yang Yesus lakukan yaitu menyerahkan dirinya untuk kepentingan manusia.   Yusuf melakukan itu, ketika ia diperlakukan tidak adil oleh saudara-saudaranya, ia tidak memberikan perlawanan.  Bahkan ketika Yusuf berjumpa dengan saudara-saudaranya di Mesir ketika Yusuf sudah menjadi penguasa, ia tidak balas dendam tetapi ia memberkati saudara-saudaranya yang menganiaya dia.  


Kemudian yang kedua, sebagai ciri dari ketaatan seorang anak kepada Tuhan, yaitu dia tidak mengikatkan diri dengan percabulan, kecemaran dan keserakahan (ayat 3). Kita kembali ingat pengalaman Yusuf ketika di rumah Potifar.  Isteri Potifar birahi sama Yusuf yang muda dan manis rupanya, tetapi alkitab berkata Yusuf menghindar dan lari dari isteri Potifar ketika ia dipaksa untuk melakukan sesuatu yang cabul dan cemar.  Kalau kita perhatikan, di kota-kota besar ada banyak remaja maupun pemuda menjadi santapan dari tante-tante girang.  Mereka mengikatkan diri dengan percabulan, kecemaran karena serakah akan duit yang ditawarkan oleh tante-tante girang. 

Yusuf tidak tertarik dengan harta isteri Potifar, Yusuf lebih tertarik dengan hati Allah. Ia kudus dan tidak mau kekudusannya dicemari oleh harta dunia yang tidak berharga.  Kalau kita lihat, apakah Yusuf menjadi orang melarat ketika menolak tawaran isteri Potifar? Tidak. Memang untuk sementara Yusuf masuk penjara karena difitnah, namun penjara dipakai Tuhan sebagai jembatan untuk menghantarkan Yusuf menjadi orang kedua di Mesir. 


Kemudian yang ketiga sebagai ciri dari ketaatan seorang anak kepada Tuhan, yaitu dia tidak membiasakan diri dengan mengucapkan perkataan kotor yang kosong dan yang sembrono (ayat 4).  Memang jika kita perhatikan, anak-anak jalanan, orang-orang di terminal atau  anak-anak yang di kolong-kolong jembatan, perkataan kotor dan yang sembrono adalah menjadi perkataan mereka setiap hari.  Perkataan kotor sudah membudaya sehingga orang tua mereka tidak pernah melarang dan menegur.  Perkataan kotor sering digunakan untuk mengumpat, memaki seseorang yang tidak disukai, karena itu tidak jarang terjadi perkelahian di antara anak-anak remaja, maupun pemuda karena mengucapkan perkataan kotor ini.  Sebagai anak yang taat kepada Tuhan, perkataan kotor dipikirkan pun tidak pantas apa lagi diucapkan.   Bagi Anda yang masih terikat dengan perkataan kotor, percabulan dan kecemaran, ingatlah firman Tuhan dalam Efesus 5:5,6 berkata: Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. 

Kemudian yang  keempat sebagai ciri dari ketaatan seorang anak kepada Tuhan yaitu, ia tidak bergaul dengan orang  cabul, orang cemar dan yang suka berkata-kata kotor dan sembrono (ayat 7). Firman Tuhan dalam 1 Korintus 6:16,17 berkata

6:16  ”siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: "Keduanya akan menjadi satu daging."

6:17 Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.  Bagi anda yang ingin lepas dari percabulan dan perkataan kotor lepaskanlah dirimu dari ikatan pergaulan buruk itu, dan carilah pergalulan yang baik dan yang kudus. 

Pergaulan yang baik dan yang kudus, di mana Anda akan cari, hanya ada di dalam Kristus.  Karena itu ikatkanlah dirimu dengan Tuhan supaya Anda menjadi satu roh dengan Tuhan.  Tuhan akan membersihkan kecemaran anda dan memberikan kepada Anda hati yang baru, dan hati yang taat.  Tuhan Yesus telah datang ke dunia ini untuk melepaskan setiap manusia yang terikat dengan dosa.  Ia telah membeli kita dan harganya telah lunas dibayar oleh darahNya. 


Keempat, ciri yang Firman Tuhan tersebutkan di atas adalah ciri dari seorang anak yang taat kepada Tuhan.   Bagaimana Anda dapat melakukan ke empat ciri tersebut, Anda dapat melakukan ke empat ciri tersebut dengan cara belajar pada Kristus.  Hidup di dalam Kristus adalah hidup di dalam kasih.  Hidup di dalam kasih berarti berani berkorban untuk orang lain.  Jika Anda disakiti, dihakimi, Anda berkorban untuk tidak membalas; jika Anda digoda untuk hidup cemar dan cabul Anda tidak menyambutnya karena orang yang menggoda itu sesungguhnya butuh pertolongan untuk keluar dari ikatan percabulan itu.  Sebagai remaja dan pemuda, panggilan bagi Anda adalah menjadi anak yang taat kepada Tuhan karena Anda adalah pilar negara ini. Kalau orang-orang seperti Anda tersesat maka masa depan negara ini akan runtuh, karena itu perhatikanlah panggilan Tuhan untuk hidup seperti Yusuf, seperti Timotius yang masih muda sudah menjadi anak yang taat akan Tuhan dan hidupnya menjadi berkat bagi keluarganya bahkan bagi masyarakat. 
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Pelangi Dibalik Awan


Anda pernah melihat pelangi? Tentu pada umumnya kita pernah melihat pelangi bukan? Pelangi itu indah dan menakjubkan sebagai salah satu ciptaan Allah di semesta ini.  Terjadinya   pelangi adalah dari sekumpulan cahaya hasil uraian cahaya putih matahari setelah cahaya melewati butiran-butiran halus uap air. Cahaya matahari diurai menjadi sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu yang beda-beda panjang gelombangnya. Jadi pelangi yang indah itu terjadi karena  hadirnya awan tipis di balik awan tebal yang  memproduksi  butiran-butiran halus uap air itu yang kemudian membiaskan cahaya matahari sehingga menjadi busur-busur pelangi kecil.  Kalau kita terapkan dalam hidup kita awan hitam adalah kekelaman berupa masalah hidup, tantangan hidup, sakit penyakit dan berbagai penderitaan lainnya.  Ketika kita memandang awan hitam hidup kita, kadang membuat kita putus asa, tidak ada harapan.  Kalau boleh awan hitam itu segeralah sirna bila penting tidak usah hadir dalam hidupku.  Padahal pelangi ada di balik awan.  Berkat ada dibalik kekelaman, bahagia ada dibalik penderitaan itulah  juga pengalaman seorang perempuan Fenisia yang anaknya kerasukan Roh Jahat.

Untuk mendasari firman Tuhan ini, Alkitab dari Injil  Markus 7:24–30 menyatakan demikian:  

7:24 Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan.

7:25 Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya.

7:26 Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya.

7:27 Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing."

7:28 Tetapi perempuan itu menjawab: "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak."

7:29 Maka kata Yesus kepada perempuan itu: "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu." 7:30 Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar.

Dari pembacan Firman Tuhan di atas, ditemukan beberapa hal yang dapat dipakai untuk perenungan.  Kita melihat di sini dari sisi awan gelap yang menimpa perempuan Fenisia, sisi gelapnya yaitu putrinya dirasuk oleh roh jahat.  Mungkin putri perempuan Fenisia ini sudah lama dirasuk oleh roh jahat, dan mungkin juga bahwa usaha pengobatan putrinya ini sudah titik maksimal tetapi tidak kunjung sembuh.  Perlu untuk diketahui bahwa orang-orang Fenisia itu berasal dari bangsa Kanaan, kita tahu bahwa bangsa Kanaan adalah penyembah berhala. 

Saya pernah tinggal di suatu daerah yang masyarakatnya adalah penyembah berhala. Saya perhatikan hidup mereka, cara kerja mereka dan ritus-ritus keagamaan mereka selalu ditujukan kepada berhala.   Kalau sakit, mereka lebih suka datang ke dukun ketimbang dokter. Pernah suatu kali saya mengunjungi seorang bapak yang sedang sakit.  Kakinya membusuk, dan sudah bertahun-tahun berobat ke dukun dan juga ke dokter, tetapi tidak kunjung sembuh.  Saya berbincang-bincang dengan Bapak ini dan saya cerita tentang Yesus. Semula saya agak ragu cerita tentang Yesus,  karena bapak ini adalah orang penting di daerah tersebut sebagai kepala suku.  Tetapi perasaan ragu saya sirna karena bapak ini meresponi cerita saya.  Saya bimbing bapak ini untuk percaya Tuhan Yesus dan setelah itu kami berdoa bersama minta kesembuhan.  Apa yang terjadi, seminggu kemudian kaki yang busuk mengering dan disembuhkan oleh Tuhan. 


Yang ingin saya jelaskan lewat pengalaman perempuan Fenisia ini adalah hampir sama dengan pengalaman bapak yang saya ceritakan di atas.  Penyembah-penyembah berhala biasanya mencari pertolongan dari berhalanya, kalau berhalanya tidak mampu menolong maka akan mencari dewa atau dewi atau siapa saja yang dapat menolongnya, dan biasanya mereka akan mempercayai penuh setiap oknum yang mereka anggap layak untuk  dipercayai.   Demikianlah perempuan Fenisia ini, saya pikir dia sudah mendengar berita tentang Yesus, karena mujizat Yesus tersebar dengan sangat cepat ke penjuru dunia.  Makanya ketika Yesus hadir di Tirus, walaupun Ia merahasiakan kedatangannya, Alkitab berkata bahwa perempuan Fenisia inilah yang pertama kali datang kepadaNya untuk kesembuhan putrinya.  Mengapa telinga  perempuan Fenisia ini jeli, karena pikirannya terkonsentrasi pada kesembuhan putrinya.  Perempuan ini mendengar tentang Yesus, dia percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan putrinyaa.  Lalu Perempuan ini datang kepada Yesus dengan kepercayaan yang penuh, dengan kerendahan hati dan pengharapan yang bulat.  Itu dapat kita lihat, ketika perempuan Fenisia ini tersungkur di kaki Yesus, memohon supaya Yesus mengusir Roh Jahat dari tubuh putrinya.  Tetapi Yesus tidak segera menanggapi permohonan perempuan Fenisia ini, mengapa?  Yesus pingin tahu sejauh mana perempuan Fenisia ini berharap dan percaya kepadaNya.  Karena itu, Yesus menjawab  "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Perempuan Fenisia ini menjawab, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.  Kalau kita baca sepintas saja, jawaban Yesus ini sepertinya kejam, pilih kasih.  Tapi sebenarnya tidak.  Allah yang berdaulat menjatuhkan pilihanNya secara khusus  kepada bangsa Israel, dengan tujuan ke tingkatan yang lebih luas.  Pemilihan secara khusus ini hanyalah cara Allah untuk menyelamatkan sebanyak mungkin manusia.  Konteks perkataan Yesus pada perempuan Fenisia ini adalah konteks pemilihan secara khusus umat Israel, dan perempuan Fenisia itu menyetujui perkataan Yesus, dengan keyakinan setelah anak-anak kerajaan diberikan makan maka anak-anak di luar kerajaan pun akan mendapatkan berkat yaitu remah-remah dari anak-anak kerajaan itu.  Iman perempuan Fenisia ini langsung diresponi Yesus, dan seketika itu juga setan keluar dari putrinya. Persoalannya mengenai putrinya yang mungkin bertahun-tahun langsung terjawab, dan pasti perempuan Fenisia dan putrinya menikmati kebahagiaan, keindahan, seperti pelangi yang muncul di ufuk Barat. 




Kalau kita renungkan pengalaman perempuan Fenisia ini, sesungguhnya awan hitam dalam hidupNya menyimpan berkat yaitu pelangi.  Artinya:  masalah anaknya yang kerasukan roh jahat membentuk perempuan Fenisia ini percaya kepada Yesus, berharap hanya kepadaNya.  Kita melihat dari dialog mereka, bahwa perempuan Fenisia ini sekalipun bukan  orang Israel dapat menikmati berkat-berkat Allah yaitu keselamatan dan pelepasan dari belenggu roh jahat.  Intinya adalah percaya kepada Yesus secara Tulus.  Jadi, ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari firman Tuhan ini yaitu, awan hitam tidaklah berarti buruk, karena adanya awan, maka ada pelangi.  Demikian juga adanya masalah maka ada kebahagiaan, karena masalah membentuk setiap orang menjadi kuat, berharap, dan percaya kepada Tuhan.  Karena itu, marilah kita sikapi secara positif awan hitam yang menggelantung di atas cakrawala hidup kita.  


Jadikan masalah itu sebagai  arena latihan untuk berharap, percaya dan mentaati firman Allah, maka Allah yang di Sorga tidak punya alasan untuk tidak memberkati kita, karena kita pun adalah anak-anak kerajaan.  Kiranya renungan ini menjadi berkat. Tuhan memberkati.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Pribadi yang Dewasa



Ada banyak para pembimbing atau konselor pernikahan yakin bahwa salah satu halangan terbesar untuk berhasilnya sebuah pernikahan adalah keegoisan. Pribadi yang egois akan kelihatan dalam tingkah lakunya yang terlalu memperhatikan kesenangan, keuntungan atau kemakmuran sendiri tanpa memikirkan orang lain. Jika mengamati seorang bayi, kita dapat lihat bahwa seorang bayi memiliki sikap yang sangat egois. Dia hanya  memperhatikan kepentingannya saja. Saat dia merasa tidak nyaman, ia akan berteriak hingga seseorang berusaha untuk menolongnya melegakan ketidak-nyamanannya. Sifat seorang bayi ditentukan oleh apa yang orang telah perlakukan terhadapnya.

Seorang bayi pasti akan mengalami proses untuk menjadi dewasa, apakah itu secara fisik, intelektual, dan juga emosi. Sayangnya, sekalipun ada  orang yang mungkin secara fisik dan intelektual dewasa, namun secara emosi dia sangat tertinggal. Ia tetap melihat dunia seperti layaknya seorang bayi. Ia melihatnya seperti semuanya mengelilinginya, sesuatu yang ada hanya untuk kesenangannya. Tidak pernah benar-benar bertumbuh dari keegoisan diri kepada memperhatikan orang lain. Bagi dirinya, apabila ada sesuatu tidak berjalan seperti keinginannya, ada reaksi yang terjadi dalam dirinya, ia akan  bereaksi seperti anak kecil, seperti menangis misalnya, merengut, mengasihani diri, atau mungkin ia akan marah-marah atau melempar barang disekitarnya.

Apakah yang akan terjadi seandainya kita menempatkan dua bayi bersama tanpa diawasi? Saya yakin, pasti mereka biasanya langsung mendapat masalah! Demikian juga dengan seorang pria dan seorang wanita sebagai pasangan keluarga Kristen, yang memiliki emosi belum dewasa, bersatu dalam perkawinan. Apa yang akan terjadi? Anda tahu, pasti mereka akan menghadapi masalah. Jika Anda telah memiliki komitment bersama untuk membentuk sebuah keluarga, tetapi Anda masih memiliki sikap sebagaimana seorang bayi yang memiliki emosi kurang terkontrol, maka Anda akan memiliki masalah.  Emosi yang seperti bayi tidak bisa menjadi pasangan yang baik! Salah satu kebutuhan yang begitu penting dan terbesar dalam membangun sebuah pernikahan yang kuat dan berhasil adalah kedewasaan.


Kedewasaan biasanya tidak egois. Tentu saja, tidak ada manusia yang sepenuhnya tidak egois; ada sedikit ketidakdewasaan dalam diri kita. Barangkali anda pernah mendengarkan seseorang berkata “Cakarlah seorang dewasa dan anda akan menemukan seorang anak” melaluinya.. Artinya, ketika seseorang mendapatkan masalah ia akan bereaksi. Namun ada bedanya antara seorang yang dewasa dan orang yang tidak dewasa.  Anda akan melihat bagaimana reaksi yang ditunjukkan ketika seseorang menghadapi masalah. Sikapnya dalam menghadapi masalah yang ditimbulkan akan kelihatan apakah ia seorang yang memiliki kedewasaan atau bukan. Apakah ia menyikapi dengan spontan dan kelihatan kekanak-kanakannya? Atau mungkin dengan cara yang arif dan bijaksana dalam meresponi masalah itu? Memang, berbicara soal kedewasaan merupakan istilah relative. Mengapa? Karena kenyataannya bahwa, kedewasaan merupakan sebuah proses daripada kondisi yang tetap. Menjadi seorang pribadi yang dewasa tidak secara otomatis, tetapi ada proses yang harus dilaluinya.

Tingkatan dari kedewasaan emosi bisa saja terjadi bahkan pada orang belum percaya, karena memang nature dosa juga memiliki kekuatan selain kelemahan. Anda mungkin mengenal orang belum percaya, dan ia sedikit tidak egois dalam wilayah tertentu di hidupnya, apakah itu  dengan pasangannya, anak-anak, rekan kerja, atau orang lain yang ada di keluarganya, mertuanya misalnya. Anda melihat bahwa mereka sangat murah hati terhadap tetangga, rekan kerja, atau orang di komunitasnya. Menunjukan belas kasih yang besar kepada orang yang membutuhkan. Tetapi saat Anda mengenal mereka lebih baik, maka Anda akan menemukan bahwa mereka juga ada wilayah egoisnya.

Pada saat seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, ada sesuatu yang berubah di  dalam hidupnya. Tuhan Yesus Kristus memberikan Roh Kudus berdiam dalam dirinya. Sifat keseluruhan seseorang bukan lagi tergantung atas apakah dirinya atau Roh yang memegang kendali. Karena Roh Kudus adalah satu-satunya Pribadi yang bisa menjaga kontrol diri, maka hubungannya dengan Dia menjadi hal yang paling penting dalam perkembangan hidupnya. Sikap pementingan diri mengalami perubahan seiring dengan perjalanan waktu dalam  proses semakin dewasa di dalam Tuhan.

Di sini kita menyebutnya sebagai kedewasaan rohani daripada hanya kedewasaan emosi. Keduanya memang mirip, kalau  kedewasaan emosi berhubungan erat dengan perkembangan kepribadian manusia kita, sementara kedewasaan rohani adalah mengenali kehadiran Roh Kudus dalam hidup dan berkaitan dengan pertumbuhan hubungan kita dengan Tuhan sebagai Pencipta.

Seorang Kristen bisa rohani atau duniawi,  dalam tingkatan kontrol Roh Kudus atau kedagingan dalam hidupnya. Satu hal yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah apa yang disampaikan Alkitab dalam Surat Paulus kepada Jemaat Korintus.

I Korintus 3:1-3

3:1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.

3:2 Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya.

3:3 Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?


Paulus membandingkan kedagingan dengan bayi. Dia menulis kepada jemaat Korintus “sebagai Kristen dunia, bahkan seperti bayi.”. Saudara, yang menjadi alasan beberapa orang Kristen bertindak tidak dewasa adalah karena nature daging mereka mengontrol hidup mereka. Dengan kata lain, hidup secara jasmani. Cobalah Anda memperhatikan bagian ini, karena ada kesejajaran antara kedagingan dan ketidakdewasaan, maka kita bisa berasumsi bahwa ada juga kesejajaran antara rohani dan kedewasaan. Dengan demikian maka setiap orang Kristen rohani pasti akan menunjukan tanda pertumbuhan, kedewasaan rohani.

Nah… bagaimanakah dengan saudara?
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.