Friday, August 1, 2014

Pribadi yang Dewasa



Ada banyak para pembimbing atau konselor pernikahan yakin bahwa salah satu halangan terbesar untuk berhasilnya sebuah pernikahan adalah keegoisan. Pribadi yang egois akan kelihatan dalam tingkah lakunya yang terlalu memperhatikan kesenangan, keuntungan atau kemakmuran sendiri tanpa memikirkan orang lain. Jika mengamati seorang bayi, kita dapat lihat bahwa seorang bayi memiliki sikap yang sangat egois. Dia hanya  memperhatikan kepentingannya saja. Saat dia merasa tidak nyaman, ia akan berteriak hingga seseorang berusaha untuk menolongnya melegakan ketidak-nyamanannya. Sifat seorang bayi ditentukan oleh apa yang orang telah perlakukan terhadapnya.

Seorang bayi pasti akan mengalami proses untuk menjadi dewasa, apakah itu secara fisik, intelektual, dan juga emosi. Sayangnya, sekalipun ada  orang yang mungkin secara fisik dan intelektual dewasa, namun secara emosi dia sangat tertinggal. Ia tetap melihat dunia seperti layaknya seorang bayi. Ia melihatnya seperti semuanya mengelilinginya, sesuatu yang ada hanya untuk kesenangannya. Tidak pernah benar-benar bertumbuh dari keegoisan diri kepada memperhatikan orang lain. Bagi dirinya, apabila ada sesuatu tidak berjalan seperti keinginannya, ada reaksi yang terjadi dalam dirinya, ia akan  bereaksi seperti anak kecil, seperti menangis misalnya, merengut, mengasihani diri, atau mungkin ia akan marah-marah atau melempar barang disekitarnya.

Apakah yang akan terjadi seandainya kita menempatkan dua bayi bersama tanpa diawasi? Saya yakin, pasti mereka biasanya langsung mendapat masalah! Demikian juga dengan seorang pria dan seorang wanita sebagai pasangan keluarga Kristen, yang memiliki emosi belum dewasa, bersatu dalam perkawinan. Apa yang akan terjadi? Anda tahu, pasti mereka akan menghadapi masalah. Jika Anda telah memiliki komitment bersama untuk membentuk sebuah keluarga, tetapi Anda masih memiliki sikap sebagaimana seorang bayi yang memiliki emosi kurang terkontrol, maka Anda akan memiliki masalah.  Emosi yang seperti bayi tidak bisa menjadi pasangan yang baik! Salah satu kebutuhan yang begitu penting dan terbesar dalam membangun sebuah pernikahan yang kuat dan berhasil adalah kedewasaan.


Kedewasaan biasanya tidak egois. Tentu saja, tidak ada manusia yang sepenuhnya tidak egois; ada sedikit ketidakdewasaan dalam diri kita. Barangkali anda pernah mendengarkan seseorang berkata “Cakarlah seorang dewasa dan anda akan menemukan seorang anak” melaluinya.. Artinya, ketika seseorang mendapatkan masalah ia akan bereaksi. Namun ada bedanya antara seorang yang dewasa dan orang yang tidak dewasa.  Anda akan melihat bagaimana reaksi yang ditunjukkan ketika seseorang menghadapi masalah. Sikapnya dalam menghadapi masalah yang ditimbulkan akan kelihatan apakah ia seorang yang memiliki kedewasaan atau bukan. Apakah ia menyikapi dengan spontan dan kelihatan kekanak-kanakannya? Atau mungkin dengan cara yang arif dan bijaksana dalam meresponi masalah itu? Memang, berbicara soal kedewasaan merupakan istilah relative. Mengapa? Karena kenyataannya bahwa, kedewasaan merupakan sebuah proses daripada kondisi yang tetap. Menjadi seorang pribadi yang dewasa tidak secara otomatis, tetapi ada proses yang harus dilaluinya.

Tingkatan dari kedewasaan emosi bisa saja terjadi bahkan pada orang belum percaya, karena memang nature dosa juga memiliki kekuatan selain kelemahan. Anda mungkin mengenal orang belum percaya, dan ia sedikit tidak egois dalam wilayah tertentu di hidupnya, apakah itu  dengan pasangannya, anak-anak, rekan kerja, atau orang lain yang ada di keluarganya, mertuanya misalnya. Anda melihat bahwa mereka sangat murah hati terhadap tetangga, rekan kerja, atau orang di komunitasnya. Menunjukan belas kasih yang besar kepada orang yang membutuhkan. Tetapi saat Anda mengenal mereka lebih baik, maka Anda akan menemukan bahwa mereka juga ada wilayah egoisnya.

Pada saat seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, ada sesuatu yang berubah di  dalam hidupnya. Tuhan Yesus Kristus memberikan Roh Kudus berdiam dalam dirinya. Sifat keseluruhan seseorang bukan lagi tergantung atas apakah dirinya atau Roh yang memegang kendali. Karena Roh Kudus adalah satu-satunya Pribadi yang bisa menjaga kontrol diri, maka hubungannya dengan Dia menjadi hal yang paling penting dalam perkembangan hidupnya. Sikap pementingan diri mengalami perubahan seiring dengan perjalanan waktu dalam  proses semakin dewasa di dalam Tuhan.

Di sini kita menyebutnya sebagai kedewasaan rohani daripada hanya kedewasaan emosi. Keduanya memang mirip, kalau  kedewasaan emosi berhubungan erat dengan perkembangan kepribadian manusia kita, sementara kedewasaan rohani adalah mengenali kehadiran Roh Kudus dalam hidup dan berkaitan dengan pertumbuhan hubungan kita dengan Tuhan sebagai Pencipta.

Seorang Kristen bisa rohani atau duniawi,  dalam tingkatan kontrol Roh Kudus atau kedagingan dalam hidupnya. Satu hal yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah apa yang disampaikan Alkitab dalam Surat Paulus kepada Jemaat Korintus.

I Korintus 3:1-3

3:1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.

3:2 Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya.

3:3 Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?


Paulus membandingkan kedagingan dengan bayi. Dia menulis kepada jemaat Korintus “sebagai Kristen dunia, bahkan seperti bayi.”. Saudara, yang menjadi alasan beberapa orang Kristen bertindak tidak dewasa adalah karena nature daging mereka mengontrol hidup mereka. Dengan kata lain, hidup secara jasmani. Cobalah Anda memperhatikan bagian ini, karena ada kesejajaran antara kedagingan dan ketidakdewasaan, maka kita bisa berasumsi bahwa ada juga kesejajaran antara rohani dan kedewasaan. Dengan demikian maka setiap orang Kristen rohani pasti akan menunjukan tanda pertumbuhan, kedewasaan rohani.

Nah… bagaimanakah dengan saudara?
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment