Sementara itu berkobar-kobar hati
Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar,
Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota
itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia.
Masa kini juga banyak orang terjebak kepada iman agama,
sehingga tindakan di warnai aturan-aturan kaku yg bisa juga salah tafsir,
seperti yang dilakukan oleh Saulus.
Pikirannya untuk menegakkan agama Yahudi lalu merasa tidak bersalah
karena menjaga kekudusan allah agamanya.
Sahabat, dikalangan orang Kristen juga bisa terjebak
pemahaman seperti Saulus ini mungkin tidak sama persis. Kalau ibadah harus kaku sesuai aturan agama
Yahudi, bukan apa kata Alkitab.Harus khusuk, tidak boleh melenyimpang bisa
batal, gak boleh batuk, menguap, berbisik, tertawa atau garuk sana sini, (lebih
baik di tahan rasa gatal/risih dari pada berusaha menggaruknya). Dalam ibadah pagi (gereja atau keluarga) ada
yg berprinsip harus teduh dan tenang dalam sikap penyembahan. Kalau melanggar aturan yang ada maka ada juga pemimpin ibadah/pendeta/majelis/ kepala
keluarga yg marah, karena anggapan merusak/tidak menghormati hadirat Tuhan. Ada
juga seorang Pendeta yang terkenal saat ini berani langsung menegur dari Mimbar
kalau ada anak-anak wira wiri di gereja atau jemaat yang sedang batuk-batuk. Itulah berbagai bentuk kecil dari KEKERASAN
AGAMA yg tidak disadari terimplemetasi dalam bergeraja.
YESUS tidaklah mengajarkan kekerasan agama, ketika Saulus
sedang melakukan kekerasan Agama pada waktu itu di jalan menuju Damsyik Yesus
memanggil Saulus dan berkata lembut; "Saulus, Saulus, mengapakah engkau
menganiaya Aku?"
Perhatikan sahabat bagaimana Yesus memperlakukan Saulus,
mengajar dan merangkul Saulus dengan cara mengutus Ananias untuk berdoa bagi
Saulus supaya Saulus dapat melihat kembali.
Menghormati Allah itu bukan lahir dari luar tapi dari dalam hati. Jika hati kita sudah berjumpa dengan Yesus
kita dapat menghormati dan menyembah Allah.
Contohnya Paulus yg setelah berjumpa dengan Yesus aturan keagamaan bukan
lagi sebagai dasar untuk bertindak dan mengajar. Demikian juga kita, bila Kristus telah
berdiam dalam diri kita, maka tidak mungkin lagi hidup kita diwarnai kekerasan
agama dengan aturan-aturan kaku.
Kehadiran Allah tidak selalu diwarnai dengan ibadah yang khusuk tetapi
perlu juga kekhusukan yg tidak dipolitisir, tetapi hadir dari kecintaan akan
Tuhan. Tidak pula ada larangan menguap,
garuk sanan dan situ atau tertawa, namun ketidak adanya larangan itu bukan
serta merta setiap saat teduh kita melakukan itu, kecuali insidentil.
Sahabat, mari mencintai Yesus/Firmannya supaya kita terlepas dari aturan
agama/aturan tambahan yang bukan berasal dari Firman tetapi ajaran/sisipan manusia
yang disengaja disalahtafsirkan demi kepentingan pribadi yang memimpin.