Di dalam Alkitab ada seorang tokoh klasik pria yang terkenal kuat dan tangguh. Mengapa ia dikatakan kuat, mengapa ia dikatakan tangguh, karena ia sukses menghadapi terjangan badai. Kira-kira, anda bisa tebak siapa dia? Ia adalah Ayub. Alkitab berkata bahwa ia adalah orang yang baik dan beribadah kepada Tuhan, namun ia pun tidak luput dari badai kehidupan yang dialami oleh semua manusia. Seluruh pasal dalam kitab ini menguraikan pengalaman Ayub menghadapi terpaan badai atas dirinya. Badai yang pertama yang menerpa dirinya adalah orang Syeba merampas keledai dan lembu sapinya serta memukul penjaganya. Yang kedua, "Api dari langit menyambar dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga.” Yang ketiga, "Orang-orang Kasdim menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang.” Yang keempat, : "Anak-anak yang lelaki dilanda angin ribut, sehingga mereka mati.” Dan yang terakhir, ”Ayub ditimpa dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.” Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!"
Coba kita membayangkan kehidupan Ayub sebelum diterpa oleh badai. Alkitab mencatat bahwa Ayub orang terkaya di timur. Memiliki harta benda, pegawai, anak-anak dan istri. Tentunya dalam bayangan kita Ayub sangat enak, tentram hidupnya, dan serba lengkap. Punya harta dan punya anak. Ada orang punya harta tetapi tidak punya anak. Sebaliknya ada orang punya banyak anak tetapi tidak punya harta. Namun Ayub sempurna. Ayub adalah orang yang saleh dan tentunya banyak orang menyukainya. Banyak orang yang ingin berkenalan dengan dia. Banyak orang yang selalu berada disekitarnya. Tetapi babak itu telah berakhir dengan adanya badai menerpanya.
Sekarang mari kita bayangkan, Ayub yang kini ia tinggal seorang diri duduk ditengah-tengah batu bergumul dengan penyakit barahnya. Dan badai yang paling dasyat adalah perkataan istrinya yang menghinanya. Nah! dengan membayangkan hal itu, saya pikir kita akan berkata: pria mana yang mampu bertahan terhadap terpaan badai yang sedemikian rupa? Bukankah kita banyak medengar beberapa para konglomerat yang jatuh langsung serta merta mengutuki Allah dan dirinya sendiri, dengan cara apa ia mengutuki Allah? dengan cara melakukan bunuh diri. Sebagai pria anda harus kuat dan tangguh dalam menghadapi badai hidup ini. Jadikanlah Ayub menjadi inspirasi bagi anda untuk menghadapai segala badai yang mungkin akan anda hadapi atau yang mungkin sekarang anda sedang alami.
Mungkin anda bertanya dalam hati, mengapa Ayub mampu melakukan itu semua, apakah ini hanya isapan jempol? Atau kebetulan.? Saya beritahu anda, pengalama Ayub bukan isapan jempol dan bukan kebetulan, tetapi kenyataan dan itu ditulis oleh Alkitab yang diilhamkan Allah. Supaya dunia tahu bahwa segala tantangan dapat dihadapi jika manusia kuat dan tangguh. Mungkin anda mengejar pertanyaan demikian; ”Bagaimana Ayub bisa kuat dan setangguh itu? ” Ayub kuat menghadapi badai karena kekuatan sudah dimiliki setiap orang. Tuhan telah menganugerahkan itu kepada manusia. Disamping itu kekuatan yang ada pada diri Ayub dikombinasikan dengan ketaatannya kepada Tuhan. Alkitab berkata, Ayub1:22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah sebagai biang kerok atas masalahnya. Kemudian, bagaimana Ayub bisa kuat dan tangguh? Karena Ia menerima kenyataaan hidup, serta tidak bersungut-sungut. Ayub 2:10 mencatat dialog Ayub dengan istrinya demikian: Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Kesadaran Ayub mengenai kenyataan hidup begitu tinggi. Iklim hidup memang selalu berubah-ubah, terkadang hujan dan terkadang panas. Kesadaran yang tinggi dan pemahaman mengenai realita hidup inilah factor kekuatan Ayub.
Tidak sedikit para pria menjadi lemah, tatkala badai menerpa hidupnya. Banyak yang menghindar dengan cara bunuh diri, mengambil tindakan-tindakan pengecut yang seharusnya itu dilakukan oleh orang yang tidak berdaya. Sejatinya kekuatan ada pada diri anda, jika anda menyadarinya. Tuhan Allah sudah mengaruniakan itu kepada anda, tinggal bagaimana anda mengelola kekuatan itu secara tepat dan benar. Kekuatan itu akan menjadi kekuatan adikodrati tatkala anda mengkombinasikannya dengan ketaatan kepada Tuhan. Sama seperti Ayub, kuat berdiri dan berjalan ditengah badai, yang secara rasio manusia, hal itu tidak akan mungkin, tetapi itu semua dilalui oleh Ayub. Ayub adalah manusia biasa, anda pun dapat kuat berdiri ditengah badai jika anda menggunakan kekuatan yang dianugerahkan Tuhan itu secara baik. Bagaimana dapat menggunakan kekuatan itu secara baik? Anda harus bekerjasama dengan Tuhan yang menganugerahkan kekuatan itu pada anda. Saya yakin anda akan kuat menghadapi badai dan anda akan menang, Anda tidak akan pernah menghindar dari badai, dan anda tidak akan pernah menangis dalam badai dan anda tidak akan pearnah meminta Tuhan menyingkirkan badai itu, tetapi anda akan lebih senang berdiri ditengah badai itu dengan kekuatan yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada anda. Anda akan menjadi pria yang selalu mengharapkan badai untuk mendorong anda melejit maju ke depan seperti peselancar dapat menari-nari diatas ombak karena terpaan angin. Saya akan mengakhiri tulisan ini dengan membacakan satu Doa dari Douglas Mac Arthur.
”Tuhan! jadikan saya, seorang yang cukup kuat untuk menyadari kalau saya sedang lemah dan cukup tabah untuk menghadapi diri sendiri kalau saya sedang takut, yang akan bangga dan tidak putus asa kalau kalah secara jujur, dan rendah hati serta lembut dalam kemenangan. Jadikan saya seorang yang bukan Cuma bisa berharap, tetapi juga yang mampu berbuat, seorang yang mengenal Engkau dengan benar. Janganlah bawa saya ke jalan yang serba mudah dan serba enak, tetapi biarlah saya berdiri di tengah badai dan biarlah saya belajar merasakan penderitaan orang-orang yang gagal. Jadikan saya seorang yang berhati jernih, yang cita-citanya tinggi, seorang yang dapat mengendalikan diri sendiri sebelum mencoba mengendalikan orang lain, yang meraih masa depan tetapi tidak melupakan masa lalu. Dan kalau itu semua sudah menjadi milik saya, saya mohon agar saya diberi rasa humor, berilah saya kerendahan hati, supaya saya selalu ingat kesederhanaan dari keagungan sejati, keterbukaan dari kebijaksanaan sejati dan kelemahan dari kekuatan sejati.”
Written by Pdt. Eslo Laudin Manik, S.Th
No comments:
Post a Comment