Kekerasan terhadap anak sering dipahami terbatas kepada kekerasan secara phisik, dengan memukul, menendang, mencubit atau yang menyakiti secara phisik. Namun kekerasan kepada anak sering dilakukan dengan menyakiti emosi anak. Kekerasan secara emosi kerap dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya secara sadar maupun tidak sadar. Kekerasan secara emosi sama beratnya dengan kekerasan secara phisik. Kekerasan secara phisik dapat membunuh, kekerasan secara emosi juga dapat membunuh.
Sebagai dasar berpijak dari pembahasan ini Kitab 2 Samuel 14 : 23 - 33 firman
”Lalu bangunlah Yoab, ia pergi ke Gesur dan membawa Absalom ke Yerusalem. Tetapi berkatalah raja: "Ia harus pergi ke rumahnya sendiri, jangan ia datang ke hadapanku." Jadi pergilah Absalom ke rumahnya sendiri dan tidak datang ke hadapan raja. Setelah Absalom diam di Yerusalem genap dua tahun lamanya, dengan tidak datang ke hadapan raja, maka Absalom menyuruh memanggil Yoab untuk diutus kepada raja. Tetapi ia tidak mau datang kepadanya. Kemudian disuruhnya memanggil dia lagi, untuk kedua kalinya, tetapi ia tidak mau datang. Lalu berkatalah ia kepada hamba-hambanya: "Lihat, ladang Yoab ada di sisi ladangku dan di sana ada jelainya. Pergilah, bakarlah itu." Maka hamba-hamba Absalom membakar ladang itu. Lalu Yoab pergi mendapatkan Absalom ke rumahnya, dan bertanya kepadanya: "Mengapa hamba-hambamu membakar ladang kepunyaanku itu?" Jawab Absalom kepada Yoab: "Ya, aku telah menyuruh orang kepadamu mengatakan: datanglah ke mari, supaya aku mengutus engkau kepada raja untuk mengatakan: apa gunanya aku datang dari Gesur? Lebih baik aku masih tinggal di sana. Maka sekarang, aku mau datang ke hadapan raja. Jika aku bersalah, biarlah ia menghukum aku mati."
Apa itu kekerasan emosi? Kekerasan emosi adalah ketika anak membutuhkan perhatian tetapi tidak memenuhinya. Dari pembacaan firman Tuhan di atas, saya dapat simpulkan bahwa Daud melakukan kekerasan emosi kepada Absalom anaknya. Kekerasan emosi yang bagaimana dilakukan Daud kepada Absalom.? Daud melarang anaknya Absalom menghadap dia, sementara Absalom sangat membutuhkan perhatian ayahnya setelah 3 tahun tidak berjumpa dengannya. Ketika itu Absalom bersembunyi ke Gesur setelah peristiwa pembunuhan kakaknya Amnon. Namun dalam pelariannya tentu ia merindukan ayahnya Daud, oleh Yoab akhirnya Daud diperbolehkan kembali ke Israel, tetapi tidak diperkenankan menghadap Raja. 2 Tahun lamanya Absalom tidak menghadap raja atau dengan kata lain tidak berkomunikasi dengan ayahnya. Peristiwa itu melukai hati Absalom yang berujung pada pembakaran ladang Yoab. Absalom berkata kepada Yoab, apa gunanya aku ada di Israel kalau tidak bisa berkomunikasi dengan ayah, kalau saya salah biarlah saya dihukum mati. Pernyataan Absalom ini adalah pernyataan kerinduan akan perhatian sang ayah.
Daud secara tidak sadar telah menganiaya emosi Absalom. Coba bayangkan selama 2 tahun Absalom setelah dimaafkan oleh Daud tidak berkomunikasi dengan Absalom. Betapa tersiksanya Absalom berada di Israel tetapi tidak bisa menghadap ayahnya. Mengapa Daud melakukan itu? Kalau memang Daud melakukan disiplin, baik kiranya Absalom dihukum karena perbuatannya, tetapi bukan dengan cara memutuskan komunikasi.
Ketika kecil saya pernah melakukan kesalahan kepada ayah saya, kesalahan saya tidak terlalu berat, yah bagaimana layaknya anak kecil. Waktu itu ayah tidak bertegor sapa dengan saya selama satu minggu. Saya merasa tersiksa, saya salah tingkah dan rasanya hendak minggat dari rumah. Tetapi keinginan minggat tidak terwujud karena takut terlantar, yah!!! saya bertahan saja dengan siksaan tersebut. Maklum, saya anak-anak yang tidak berdaya, menerima apa saja perlakuan orang tua.
Berangkat dari Perlakuan Daud terhadap Absalom dengan tidak bertegor sapa, mungkin juga pernah anda lakukan kepada anak-anak anda. Anak anda mungkin menjengkelkan anda berkali-kali dan tidak berubah, akhirnya anda jengkel dan anda aksi tutup mulut. Perilaku seperti itu adalah tindakan kekerasan secara ”emosi.” Jika anak-anak anda salah dan menjengkelkan, bijaksananya adalah berikan hukuman sesuai dengan kesalahannya. Ingat pernyataaan Absalom, ”jika saya salah biarlah saya dihukum mati.” Artinya kekerasan emosi yang dialami oleh Absalom lebih sakit dari pada disiksa secara phisik. Nah! Banyak orang tua yang kurang menyadari hal ini. Mungkin dengan cara aksi tutup mulut, anak-anak akan berubah dari sikapnya yang salah. Cara demikian adalah keliru, justru cara demikian akan membuat kepahitan dalam diri anak-anak anda. Justru membuat anak-anak anda menjadi pembrontak, seperti Absalom menjadi pembrontak.
Jangan memutuskan komunikasi dengan anak-anak oleh karena pelanggaran mereka. Sebagai orang tua yang bijak, lebih jentlemen memberikan sanksi kepada anak-anak jika mereka melakukan pelanggaran. Jika kita mengasihi anak-anak maka tindakan kekerasan secara emosi tidak akan pernah ada dalam pikira, karena hal itu bukanlah bertentangan dengan Prinsip Kerajaan allah. Bagaimana supaya kekerasan emosi tidak menguasai kita.? Kita harus lebih mengasihi Tuhan ketimbang mengasihi diri sendiri. Membangun relasi yang baik dengan Tuhan adalah cara untuk menghindari kekerasan dalam rumah tangga. Saya percaya, anda pasti mengasihi anak-anak anda. Untuk dapat mengasihi anak secara murni harus belajar dari Allah yang mengasihi umatnya secara tulus. Amsal 16:29 berkata; ”Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya, dan membawa dia di jalan yang tidak baik.” Bila firman Tuhan memenuhi hati kita, maka kelembutan, kerendahan hati yang akan mewarnai pendidikan di dalam rumah tangga bahkan di dalam masyarakat. Tuhan Yesus memberkati.
Written by Pdt. Eslo Laudin manik.
No comments:
Post a Comment